Serigala Malam Kembali Dengan Album ke-3 Bloodlines

Serigala Malam Kembali Dengan Album ke-3 Bloodlines
Serigala Malam Kembali Dengan Album ke-3 Bloodlines

Serigala Malam Kembali Dengan Album ke-3 Bloodlines. Seruan “you just don’t know, not me, even my friends” santer terdengar dari keriuhan orang-orang energik yang mengepung sudut sempit di beberapa panggung intim. 

Otakotor Media Info - Perasaan bungah kami meluap-luap setelah mendengar kabar atas kembalinya sekawanan unit hardcore dinamis asal Yogyakarta, Serigala Malam. 

“SM”, sebagaimana Serigala Malam ini akrab disapa pendengarnya adalah sebuah band yang terbit dari komunitas music hardcore paling bermartabat di Yogyakarta bernama “YKHC” (Yogyakarta City Hardcore).

Unit rock ini kerap tampil dengan susunan modular. Pengisi band sering mengalami subtitusi, bahkan sang frontliner-pun pernah digantikan posisinya untuk beberapa saat. 

Tuntas dengan sistem pengisi bongkar-pasang, SM kini gagah dengan formasi terakhirnya yang beranggotakan; Herman Yoseph Dhyas Aries Utomo, Petrus Andreas, Tutut Aribowo dan terakhir Githrue Mario.

Sependeritaan dengan band lain, presensi Serigala Malam sempat tersisih sebab kabar pandemi yang begitu meriah. Beruntung, mereka masih dimainkan di dalam beberapa acara monoton suatu program pemasaran perusahaan berkedok “live session”. 

Produktivitas karyanya susut, hanya sempat merilis video “You Just Don’t Know” yang tayang di kanal youtube mereka. Produk yang tidak cukup menggoda dibanding banyaknya distraksi di dalam jagat internet, video ini malah terkesan sebagai upaya afirmasi untuk mereka sendiri tentang keberadaan SM, atau semacam dokumentasi liburan sekelompok orang yang ditayangkan di media sosialnya sendiri. 

“Kami sempat hilang gairah juga patah arah karena pandemi, itu jadi kendala mayor bagi kami yang berimbas terhadap proses persiapan album terbaru SM,” pengakuan Kmg (nama lain yang lebih merakyat untuk Herman Yoseph Dhyas) si vokalis yang juga mendapuk peran sebagai penguasa panggung selama ini.

Rekam jejak SM sejauh ini adalah dua album extended play (EP) yang diterbitkan secara mandiri, diantaranya; “Our Movement It’s Our Pride”, 2008 dan “Our Movement It’s Our Pride (Re-issues)”, 2009. 

Pada tahun 2010 album penuh pertama lahir berjudul “The Prove” dan disusul “Hibernate In Harder Pain” yang didistribusikan oleh Hellhouse Records, sebuah label yang menetap di Yogyakarta dan menaungi banyak musisi “hip-hop” lokal.

Di luar album, tinggalan lain dari pergerakan band ini adalah warisan pola pikir kepada pendengarnya melalui lirik-lirik lagu yang tajam. Pamor sub-genre Amerika ini tak lagi menjulang sejak 7 tahun kebelakang. 

Jika kita tengok ulang panggung-paggung festival musik nasional, band-band dengan tempo cepat plus dirtosi tebal nyaris tidak dilibatkan di dalam deretan daftar penampil. Musik gahar ini hanya bersemi di gigs komunitas dan sisanya bising di masing-masing telinga penikmatnya sebagai asupan dopamine pribadi.

Meski sepi pemantik, SM tetap berupaya merawat pendengarnya dengan konsisten mengunggah vlog-series bertitel “Burn The Flames Again” yang berhenti di episode ke-4. Lumayan, dua single-pun sempat dilepas lewat youtube mereka; “Breaking Bad”, 2017 dan karya paling bontot pada 2019 berjudul “Burn To Fuck The World”.

Banyaknya biaya yang dikeluarkan manajemen selama proses produksi karya digital ini absolut. Sungguh suatu hasil yang sumbut, mengingat sepinya jadwal panggung sudah pasti berpengaruh terhadap pemasukan band. Serigala Malam mengagendakan peluncuran album ke-3 pada Juni 2022. 

Deklarasi Kembalinya Serigala Malam Lahirkan Album ke-3 Bloodlines

Serigala Malam Kembali Dengan Album ke-3 Bloodlines
Serigala Malam Kembali Dengan Album ke-3 Bloodlines

Album penuh yang akan melengkapi rentetan diskografi mereka ini bertajuk “Bloodlines”. Dan tentu saja, album ini menjadi sebuah deklarasi sekaligus bahwa pergerakan Serigala Malam masih terus berdenyut. 

Melalui video “Forging The Blade – The Making of Bloodlines” yang diunggah berkala, satu demi satu personil dilucuti pemikirannya sampai lepas menceritakan drama pengerjaan album. 

Video series ini cukup naratif membeberkan kerumitan dalam mempersiapkan album “Bloodlines”. Terpampang juga beberapa musisi dan “orang dalam” yang ternyata turutberkontribusi dalam peracikan obat baru ini. 

Dari tabungan 13 materi mentah yang ditulis sejak 2017 hingga 2021, SM memungut kembali 2 single lama; “Breaking Bad” dan “Born To Fuck The World” untuk melengkapi 6 lagu unggulan yangdisempurnakan menjadi isian album. 

Selama setahun album ini direkam di Rockstar Studio, sebuah dapur rekaman yang dirasa laik untuk menuruti kemauan masing-masing personil Serigala Malam. Devid Salasughi dari Mortal Reflection didaulat untuk memegang kendali penuh dalam proses recording, mixing hingga mastering. 

Keterlibatan beberapa kolaborator kawakan seperti; Danu (Morning Horny) di lagu “No Problem“, PillOverBitches sebagai beat producer di lagu “Dark Bridges” dan terakhir LacossMusix dari Hellhouse yang dijatah menangani lagu “This is Where The End Begin“ mudah-mudahan menjadi suatu surplus tersendiri bagi para kolektor album “Bloodlines”.

Serigala Malam sepakat, album “Bloodlines” dimaknai seperti senjata terakhir yang lusuh dan impas ditempa oleh waktu. “Bloodlines” merupakan koleksi karya yang memuati berupa-rupa memori titipan dari setiap personil. 

Album ini adalah manifestasi dari kemelut hidup Serigala Malam. Cerita yang awalnya meriangkan seketika menjadi kegetiran. Sebuah gambaran dari dinamika kehidupan yang dialami, lengkap dengan beragam konflik yang membuncah. Niko bahkan memastikan, “album baru ini bukanlah runtunan dari tema album-album Serigala Malam sebelumnya, semuanya berbeda”.

Sungguh album ini terkesan berantakan, tidak memiliki benang merah dan konkret sebagai ekspresi Serigala Malam ketika bersenang-senang. “Bloodlines” terkesan spesifik dan personal, sepertinya mereka memang tidak ingin mewakili siapapun di dalam album ini. Meski begitu, album “Bloodlines” tetap memiliki sisi sentimental dalam perjalanan historis Serigala Malam. 

Album ini menjadi sebuah karya bersama yang didedikasikan untuk mendiang Chrisna Bagus (Bagong), kawan lama sekaligus salah satu pendiri Serigala Malam yang telah wafat pada 2020 lalu.

Meskipun mereka mengakui bahwa album “Bloodlines” telah banyak dipengaruhi warna musik lain di luar ideologi masing-masing, sekawanan Serigala Malam tetaplah tipikal hardcore yang hadir dengan citra kuat dan keras. 

Lepas dari faktor musik rock arus utama, sub-genre ini tidak begitu mempertimbangkan harmoni dalam menyampaikan pesan serta frustasinya. Lekat dengan kemarahan yang tak berkesudahan namun berat akan muatan isu sosial, politik, kebebasan berpendapat dan selalu kental membahas pergerakan skena hardcore itu sendiri. 

Semua yang dibicarakan adalah tentang life style, attitude dan movement. Dengan senjata “Bloodlines” ini Serigala Malam masih mumpuni, untuk menempati lini terdepan dari puluhan hingga ratusan band yang memainkan musik dengan riff power chord yang mendominasi alur lagu-lagunya. Sembari menunggu label Wild Youth Records mendistribusikan album ini pada akhir Juni, mari kita menerka-nerka. 

Apakah Serigala Malam muncul dengan karakteristik NYHC seperti biasanya, atau malah mereka megubah musiknya menjadi gaya ‘hardcore wangi’ seperti band-band lain yang mulai marak bermunculan di internet?.

Apapun hasilnya, terimalah hormat kami atas kembalinya sekawanan pengobar, Serigala Malam. Semoga “Bloodlines” mampu mengobati rasa pegal kami dari kebejatan lagu-lagu kontemplatif yang selalu merayu pendengarnya untuk menangis.

Contact

Imam Romadhon
Manager Serigala Malam
P : 0812-2680-6763

Posting Komentar

0 Komentar